Kamis, 22 Desember 2016

Pengalaman dengan Barang Elektronik (untuk) Luar

BismiLlaah

Sudah lama sebenarnya saya ingin berbagi cerita tentang masalah ini. Ceritanya, saya sudah amat pingin punya printer yang bisa mencetak di atas media kertas berukuran A3. Keliling-keliling di dunia maya, kesana-kemari saya dapati rata-rata printer dengan kemampuan seperti itu berformat bongsor. Apalagi printer idaman saya adalah yang multifunction, bisa print, scan dan copy.

Hingga di suatu saat, saya melihat ada iklan di toko jual-beli online yang menawarkan printer dengan yang saya maui. Si pengiklan bilang barang langka, rare item, meskipun barangnya berwarna putih, bukan item (becanda, ha ha). Memang ada jeda beberapa bulan antara waktu pertama melihat iklan (dan cari-cari informasi tentang barang) tersebut dengan pembeliannya. Karena takdir Allah Ta'ala jua isteri saya mendapat rejeki agak banyak dari keluarganya. Jadinya, saya pun mendapat dana talangan untuk menjemput si printer idaman.

Karena penjual printer tersebut ada di Bandung, saya pun melalukan perjalanan ke kota, jadi ingat film jadul "Kabayan Saba Kota". Saya dan si pengiklan sepakat untuk bertemu di dekat pasar Sadang Serang. Untuk menuju ke sana, dari Tanjungsari, Sumedang, saya harus naik turun beberapa kali kendaraan umum. Mulai dari DAMRI, angkot dan angkot lagi.

Singkatnya, saya pun diantar ke persemediaan si printer. Saya lihat masih utuh kardus beserta perlengkapannya. Hanya saja memang kardusnya terlihat bekas dibuka. Artinya, saya bukan orang pertama yang memeriksanya. Setelah sedikit tawar-menawar, sepakatlah kami dengan harga yang disebutkan di iklan. Ya, tanpa diskon atau apalah. Printer pun saya bawa pulang, mudik.

Dengan rasa gembira, dicobalah itu printer. AlhamduliLlaah berjalan. Senangnya hatiku, punya printer yang bisa nyetak A3 tetapi ramping. Printer itu adalah Epson EP-978A3. Hingga beberapa kali percobaan, printer dengan enam warna tinta itu menunjukkan keasliannya dengan cara tak terduga. Ternyata printer itu berdaya listrik 100V, haduuh. Ya, Saya baru ngeh setelah ada bau gosong dan listrik rumah njepret. Ya Rabb, kenapa saya nggak perhatikan label kecil di bagian belakangnya. 


Label Kecil di Belakang Si Printer

Yang agak membuat saya heran, si printer ternyata made in Indonesia. Tapi semua lembar dan buku panduannya hanya berbahasa Jepang. Saya belum mengerti tentang ini. Apakah hasil produksi Indonesia ini lebih bagus sehingga Jepang memasarkannya untuk mereka sendiri? Kenyataannya, banyak printer yang kita pakai dibuat di China. Dalam situs resmi pemilik merek printer yang berpusat di Jepang itu pun hanya disediakan uraian tentang si printer dalam bahasa Jepang. Sementara printer dengan merek sama tetapi beda type didukung dengan berbagai bahasa.

Untuk mengatasi masalah perbedaan voltase ini saya pun melakukan berbagai upaya. Mulai dari membawa ke tukang servis, lalu membeli stabilizer, mengganti sikring, dll. Akhirnya, jalan terakhir yang ternyata it's works adalah membawa blok power supply printer tersebut ke ahlinya di Istana Plaza Kosambi.

Setelah bertanya sana-sini ke beberapa gerai yang berhubungan dengan printer, saya ditunjukkan ke tukang servis khusus power supply dan yang berkait dengan itu. Pak Aseph namanya, masih di Istana Plaza. Dan, dengan membayar Rp 150.000,- si printer bisa berjaya kembali, tanpa harus memakai stabilizer. Sesuai permintaan saya, Pak Aseph mengubah komponen power supply-nya sehingga siap dialiri listrik 220V. AlhamduliLlaah.

Awisurat, 22 Desember 2016/23 Rabii' al-Awwaal 1438
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar